Jakarta,Tjakramedia.com – Kabar duka kembali datang dari Tangerang. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas I Tangerang, Kota Tangerang, Banten, mengalami kebakaran pada Rabu (8/9) dini hari. Korban tewas sebanyak 44 orang, termasuk dua warga negara asing asal Afrika Selatan dan Portugal.
Empat tahun yang lalu pada tanggal 26 Oktober 2017, terjadi ledakan disertai kebakaran di dalam sebuah pabrik kembang api di wilayah Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten, yang menelan korban jiwa 48 orang tewas dan 52 orang lainnya luka-luka akibat kejadian ini.
Pemerintah melalui Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, menyatakan penyelidikan kasus kebakaran Lapas Kelas I Tangerang ini masih dilakukan, namun diduga kebakaran berasal dari arus pendek listrik. Pak Menteri juga mengungkapkan bahwa sejak berdiri selama 42 tahun Lapas Kelas I Tangerang tidak memperbaiki instalasi listriknya.
Kondisi instalasi Lapas ini diperburuk dengan fakta bahwa Lapas Kelas I Tangerang memang over capacity yang diakui Pak Menteri Lapas Tangerang ini sudah kelebihan kapasitas 400%, saat ini dihuni 2.072 orang.
Dari dua alasan yang disampaikan Pak Menteri tersebut, merupakan alasan yang seharusnya bisa diantisipasi bila dilakukan pengawasan dan pemeriksaan berkala untuk meminimalisir resiko terjadinya kebakaran yang merenggut banyak jiwa. Demikian juga dengan ledakan dan kebakaran di Kabupaten Tangerang empat tahun lalu, seharusnya juga bisa dihindari bila ada proses pengawasan dan pemeriksaan secara berkala.
Terkait dengan instalasi listrik, sebenarnya ada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) nomor 12 tahun 2015 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Listrik di Tempat Kerja. Dalam konteks ini, Lapas pun menjadi bagian dari ketentuan yang diatur dalam Permenaker no. 12 Tahun 2015 yaitu tempat kerja milik negara.
Dalam Pasal 3 Permenaker tersebut dengan sangat jelas disebutkan pelaksanaan K3 Listrik bertujuan, pertama, untuk melindungi keselamatan dan Kesehatan tenaga kerja dan orang lain yang berada di dalam lingkungan tempat kerja dari potensi bahaya listrik. Kedua, menciptakan instalasi listrik yang aman, handal dan memberikan keselamatan bangunan beserta isinya, dan ketiga, menciptakan tempat kerja yang selamat dan sehat untuk mendorong produktivitas.
Pada Pasal 4 diamanatkan Pelaksanaan K3 Listrik meliputi proses Perencanaan, Pemasangan, Penggunaan, Perubahan, dan Pemeliharaan, serta Pemeriksaan dan Pengujian. Untuk proses Perencanaan, Pemasangan, Perubahan, dan Pemeliharaan dilakukan oleh Ahli K3 Bidang Listrik pada Perusahaan atau Ahli K3 Bidang Listrik pada Perusahaan Jasa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PJK3).
Sementara itu proses Pemeriksaan dan Pengujian dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan Spesialis K3 Listrik atau Ahli K3 Bidang Listrik pada Perusahaan atau Ahli K3 Bidang Listrik pada PJK3.
Pada Pasal 10 ayat (2) disebutkan proses Pemeriksaan dan Pengujian dilakukan secara berkala, yaitu proses Pemeriksanaan dilakukan paling sedikit 1 (satu) tahun sekali dan proses Pengujian dilakukan paling sedikit 5 (lima) tahun sekali.
Dari ketentuan tersebut, seharusnya seluruh perusahaan dan kantor Pemerintahan termasuk Lapas mematuhi isi Permenaker tersebut sehingga bisa meminimalisir potensi terjadinya kebakaran akibat hubungan pendek listrik. Pengawasan Ketenagakerjaan, pada Pasal 13, ditugaskan untuk melakukan pengawasan pelaksanaan K3 Listrik.
Saya menilai amanat pencegahan (preventif) dalam Permenaker no. 12 tahun 2015 belum dijalankan secara baik oleh Instansi Pemerintah (kementerian/Lembaga) seperti Kementerian hukum HAM cq. Dirjen Pemasyarakatan. Demikian juga Kementerian Ketenagakerjaan cq. Dirjen Pengawas Ketenagakerjaan dan K3 belum maksimal menjalankan pengawasan pelaksanaan K3 Listrik.
Kejadian kebakaran Lapas kelas I Tangerang merupakan bentuk kelalaian dari Kementerian hukum HAM cq. Dirjen Pemasyarakatan dan Kementerian Ketenagakerjaan cq. Dirjen Pengawas Ketenagakerjaan dan K3, karena seluruh ketentuan di Permenaker no. 12 Tahun 2015 tidak dilaksanakan.
Timboel Siregar
Sekjen OPSI dan koordinattor advokasi BPJS WATCH