Tjakramedia.com, Jakarta – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan dua tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan usaha di Perusahaan umum perikanan Indonesia (Perum Perindo) tahun 2016-2019.
Pertama adalah Deputi Bidang Pengusahaan BP Batam, Syahril Japarin. Yang mana dia adalah Direktur Utama (eks Dirut) Perum Perindo periode 2016-2017. Tersangka kedua adalah Dirut PT Global Prima Santosa Riyanto Utomo (RJ).
“Hari ini tim penyidik pada Jampidsus Kejaksaan Agung menetapkan 2 orang tersangka terkait kasus Perum Perindo 2016-2019,” kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak dalam konferensi pers virtual, Rabu (27/10/2021).
Disampaikannya, edua tersangka kemudian ditahan selama 20 hari ke depan di tempat yang berbeda.
Tersangka RU alias Riyanto Utomo ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung sedangkan Syahril Japarin (SJ) ditahan di Rutan Salemba cabang Kejari Jaksel.
Adapun peranan para tersangka adalah sebagai berikut:
1. Tersangka RU
Salah satu pihak yang mengadakan kerja sama perdagangan ikan dengan menggunakan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan Perum Perindo.
Yaitu tanpa perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah-terima barang, tidak ada laporan jual-beli ikan dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
2. Peran Tersangka SJ
Menerbitkan Surat Hutang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan Dana sebesar Rp200.000.000.000, yang terdiri atas Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 – Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 – Seri B.
Bahwa MTN adalah salah satu cara mendapatkan dana dengan cara menjual prospek, namun penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B. MTN seri A dan seri B.
Sebagaimana maksud sebagian besar digunakan bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Business Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) dalam menggunakan metode bisnis perdagangan ikan tersebut, yaitu metode jual-beli ikan putus.
Dalam kasus ini, Perum Perindo merupakan BUMN, dalam rangka untuk meningkatkan pendapatan perusahaan, pada 2017 ketika Direktur Utama Perindo dijabat oleh SJ.
Perum Perindo menerbitkan Surat Hutang Jangka Menengah atau Medium Term Notes (MTN) dan mendapatkan Dana sebesar Rp 200.000.000.000 (miliar), yang terdiri atas Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 – Seri A dan Sertifikat Jumbo MTN Perum Perikanan Indonesia Tahun 2017 – Seri B.
Leonard mengatakan awalnya penerbitan MTN itu dilakukan bertujuan untuk pembiayaan di bidang perikanan tangkap. Namun faktanya penggunaan dana MTN Seri A dan seri B tidak digunakan sesuai dengan peruntukkan sebagaimana prospek atau tujuan penerbitan MTN seri A dan seri B.
MTN seri A dan seri B sebagaimana maksud sebagian besar digunakan untuk bisnis perdagangan ikan yang dikelola oleh Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan Ikan atau Strategy Business Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang dipimpin oleh WP.
Lalu, pada Desember 2017, Direktur Utama Perindo berganti kepada RS yang mana pada periode sebelumnya ybs merupakan Direktur Operasional Perum Perindo.
Kemudian RS mengadakan rapat dan pertemuan dengan Divisi Penangkapan, Perdagangan dan Pengolahan (P3) Ikan atau Strategy Bussines Unit (SBU) Fish Trade and Processing (FTP) yang diikuti juga oleh IP sebagai Advisor Divisi P3 untuk membahas pengembangan bisnis Perum Perindo menggunakan dana MTN seri A dan seri B, kredit Bank BTN Syariah dan kredit Bank BNI.
Selanjutnya, ada beberapa perusahaan dan perseorangan yang direkomendasikan oleh IP kepada Perindo untuk dijalankan kerja sama perdagangan ikan yaitu PT Global Prima Santosa (GPS), PT Kemilau Bintang Timur (KBT), S/TK dan RP.
Selain beberapa pihak yang dibawa oleh IP, ada beberapa pihak lain yang kemudian menjalin kerja sama dengan Perindo untuk bisnis perdagangan ikan, di antaranya PT Etmico Makmur Abadi, PT SIG Asia, Dewa Putu Djunaedi, CV Ken Jaya Perkara, CV Tuna Kieraha Utama, Law Aguan, Pramudji Candra, PT Prima Pangan Madani, PT Lestari Sukses Makmur, PT Tri Dharma Perkasa.
Metode yang digunakan dalam bisnis perdagangan ikan tersebut adalah metode jual-beli ikan putus. Dalam penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan tersebut di atas, Perindo melalui Divisi P3/SBU FTP tidak ada melakukan analisis usaha, rencana keuangan, dan proyeksi pengembangan usaha.
Selain itu, dalam melaksanakan bisnis perdagangan ikan tersebut, beberapa pihak tidak dibuatkan perjanjian kerja sama, tidak ada berita acara serah-terima barang, tidak ada laporan jual-beli ikan, dan tidak ada dari pihak Perindo yang ditempatkan dalam penyerahan ikan dari supplier kepada mitra bisnis Perum Perindo.
Penyimpangan dalam metode penunjukan mitra bisnis perdagangan ikan oleh Perum Perindo menimbulkan verifikasi syarat pencairan dana bisnis yang tidak benar dan menimbulkan transaksi-transaksi fiktif yang dilakukan oleh mitra bisnis perdagangan ikan Perum Perindo.
Kemudian transaksi-transaksi fiktif tersebut menjadi tunggakan pembayaran mitra bisnis perdagangan ikan kepada Perum Perindo kurang lebih sebesar Rp 149.000.000.000.
Proses penyidikan masih difokuskan kepada SBU Perdagangan Ikan, maka untuk SBU Penangkapan dan SBU Aquacultur penentuan perbuatan melawan hukum dan penentuan pertanggungjawaban hukum dilakukan seiring dengan penyidikan lanjutan. Saat ini sedang dilakukan penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Akibat perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 atau Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
sumber: detiknews