Oleh:
Dr. Muammar Khaddafi,
Sekretaris Program Doktor Manajemen Sumber Daya Manusia Universitas Batam
Batam, Tjakramedia.com – Pada akhir tahun 2019 tepatnya pada bulan Desember, dunia dihebohkan dengan sebuah kejadian yang diduga sebuah kasus pneumonia yang etiologinya tidak diketahui yang kasus tersebut berasal dari Kota Wuhan, China. China mengidentifikasi pneumonia tersebut pada tanggal 7 Januari 2020 sebagai jenis baru coronavirus. Pernyataan “urgent notice on the treatment of pneumonia of unknown cause” telah dikeluarkan oleh Wuhan Municipal Health Committee. Virus ini dapat menyebar pada manusia dan juga hewan, yang biasanya akan menyerang saluran pernafasan pada manusia dengan gejala awal flu hingga dapat menyebabkan sindrom pernapasan akut berat (SARS).Penyebaran penyakit ini melalui tetesan pernapasan dari batuk maupun bersin.
Virus ini menunjukkan penyebaran yang sangat signifikan cepat dan telah banyak kematian yang disebabkan dari virus ini baik di China maupun di Negara lain sehingga pada tanggal 30 Januari 2020 WHO menetapkan virus corona ini sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Masyarakat (Public Health Emergency of International Concern). Hari ke hari kasus ini semakin meningkat dengan pesat hingga pada tanggal 11 Maret 2020, WHO mengumumkan bahwa wabah yang sedang terjadi saat ini sebagai Pandemic Global. Penyebaran dan peningkatan jumlah kasus covid-19 terjadi dengan waktu yang sangat cepat dan telah menyebara ntar Negara termasuk Indonesia.
Berbagai macam kebijakan telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia dalam menangani kasus covid -19 ini Pemerintah harus memilih kebijakan dari jalur 2 arah dalam menangani pandemic ini. Pemerintah harus melihat kebijakan pencegahan (substantive) dan memfokuskan pada kebijakan yang mengatur perekonomian. Berbagai upaya dalam memutus rantai penyeberan virus Covid-19 dilakukan oleh pemerintah dimulai dari kampanye memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak dan memakai maskar terus di lakukan. Tidak berhenti di situ, pergerakan masyakat juga di lakukan mulai dari PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) hingga PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegaitan Masyarakat).
Bentuk nyata yang dapat dilihat dari dampak covid terhadap ekonomi yang dapat terlihat saat ini adalah kejadian PHK. Banyak karyawan yang dirumahkan dan berbagai perusahaan bahkan terancam bangkrut. Jika pandemic ini berlangsung lama, kemungkinan besar jumlah tersebut akan terus bertambah. Akibat hal tersebut, banyak aspek-aspek lain yang terkena, antara lain pekerja harian lepas, pelaku UMKM, usaha restoran dan usaha lain yang melibatkan orang banyak. Dampak ini secara otomatis akan mempengaruhi penurunan daya beli masyrakat yang mana perputaran uang akan menjadi sangat minim ditengah masyarakat serta pada saat yang sama juga produksi barang akan terbatas dan menyebabkan deficit perdagangan.
Salah satu kebijakan pemerintah dalam pemulihan ekonomi adalah dengan terbitnya PP Nomor 41 tahun 2021 tentang penyelengraan kawasan perdagangan bebas dan pelebuhan bebas yang dilakukan di Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) termasuk Tanjung pinang ditujukan guna mengoptimalkan potensi kawasan. Peraturan Pemerintah ini memiliki tiga program utama yaitu pengembangan sektor industri dan jasa strategis (core business), pembangunan infrastruktur BBK yang terkoneksi dan terintegrasi serta harmonisasi regulasi dan kelembagaan untuk kemudahan investasi dan optimalisasi KPBPB BBK. Kebijakan ini merupakan salah satu reformasi birokrasi yang dilakukan oleh pemerintah dalam membuka keran investor datang ke propinsi kepulauan riau.
Sebelumnya pemerintan mengeluarkan kebijakan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 – 48 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, pemerintah menetapkan zona perdagangan bebas atau Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) sebagai upaya peningkatan ekonomi kawasan Batam-Bintan-Karimun (BBK). Konsep KPBPB didasari pada kemudahan kegiatan ekspor-impor ke luar negeri, sambil meningkatkan kemudahan kegiatan industri yang ada di kawasan BBK, sehingga diharapkan dapat meningkatkan laju ekonomi dan kesejahteraan penduduk melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan. Salah satu kemudahan yang diberikan adalah tidak dikenakannya PPN dan pajak terhadap barang mewah terhadap industri-industri di kawasan ini.
Implementasi kebijakan Peraturan Pemerintah (PP) No. 46 – 48 tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas tidak berjalan sesuai apa yang di harapkan. Kebijakan KPBPB memberikan berbagai insentif yang dianggap memudahkan kegiatan ekspor impor, tetapi keberadaan insentif yang diberikan dari manfaat kebijakan KPBPB dinilai tidak mampu mengontrol harga barang yang beredar. Dari data tahun 2018, nilai impor Kota Batam lebih besar dibandingkan ekspor, yang memperlihatkan tidak tercapainya tujuan kebijakan KPBPB menjadi upaya meningkatkan ekspor kawasan. Kebijakan KPBPB juga seharusnya dinilai mampu untuk meningkatkan ekonomi kawasan, namun sejak tahun 2011 industri pengolahan yang menjadi andalan KPBPB Kota Batam menurun dari tahun ke tahun. Awalnya laju pertumbuhan industri pengolahan mencapai 7,36% per tahun dan terus menurun hingga tahun 2017 menjadi hanya 1,76% per tahun. Persentase penyumbang PDRB pun terus berkurang hingga 55,10% PDRB pada tahun 2017 dari 56,71% di tahun 2013 (Kota Batam dalam Angka, 2018). Selain itu jumlah investor yang menjadi tulang punggung kawasan KPBPB Batam semakin berkurang tiap tahunnya. Pada tahun 2017-2018 terjadi penurunan dengan berhentinya 62 perusahaan asing dan mengakibatkan kurang lebih 33.000 pegawainya di-PHK.
Investor menilai Kebijakan KPBPB Batam tidak memberikan dampak positif yang signifikan,dimana dengan kondisi kurangnya proyek mereka dihadapkan pada upah yang tinggi untukkaryawannya. Beberapa upaya pemerintah dilakukan dengan penerapan Online Single Submission (OSS) pada tahun 2018 untuk memudahkan prosedur investasi di Batam, yang membawa dampak kenaikan jumlah investor hingga 4% dari tahun sebelumnya. Namun dalam enam bulan terakhir (Januari 2019-Juni 2019) sudah berhenti 27 perusahaan diakibatkan menurunnya permintaan barang (Dinas Perindustrian Kota Batam, 2019).
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu perekonomian. Kemajuan suatu perekonomian ditentukan oleh besarnya pertumbuhan yang ditunjukkan oleh perubahan output nasional. Pertumbuhan ekonomi sendiri merupakan bagian dari pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi terletak pada bidang kuantitatif seperti pertumbuhan pendapatan kawasan yang dapat dipantau secara angka perkembangannya. Salah satu bukti keberhasilan pembangunan sendiri adalah adanya pertumbuhan ekonomi di kawasan tersebut. Sementara pertumbuhan hanya melihat dari penambahan pendapatan daerah, pembangunan lebih melihat secara luas, dengan mengaitkan pertumbuhan ekonomi dengan kondisi sosial daerah, pendapatan per kapita, dan pengaruh terhadap masyarakat. Sehingga untuk melihat keberhasilan ekonomi dalam menunjang kehidupan daerahnya dapat dilihat dalam segi pembangunan ekonomi daerahnya.
Pembangunan ekonomi mengandung arti yang luas serta mencakup perubahan pada susunan ekonomi masyarakat secara menyeluruh. Pembangunan ekonomi sangat berkaitan dengan pembangunan wilayah, dimana dilaksanakan untuk mencapai tiga tujuan penting, yaitu untuk mencapai pertumbuhan, pemerataan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Dengan terbitnya PP PP Nomor 41 tahun 2021 tentang penyelengraan kawasan perdagangan bebas dan pelebuhan bebas yang dilakukan di Kawasan Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) termasuk Tanjung pinang, diharapkan akan muncul harapan baru, yang menjadikan BBK sebagai pusat perdagangan Global layaknya Senzhou, China yang kini menjadi pusat manufaktur dan perkapalan di wilayah selatan China dan menjadi “Vaksin” bagi perekonomian Propinsi Kepulauan Riau yang secara langsung akan berdampak postitif terhadap perekonomian Indonesia. (r)